Jejak Panjang Sang Guru Silat Dunia Berakhir: Silek Harimau Minangkabau Hadir Menyaksikan Perpisahan Terakhir

JAKARTA — Sejarah pencak silat kehilangan salah satu tonggaknya. Mayjen TNI (Purn) Dr. (HC) H. Eddie Marzuki Nalapraya, sosok yang dihormati sebagai “Bapak Pencak Silat Dunia”, berpulang dalam usia 93 tahun, meninggalkan warisan budaya dan nilai kehidupan yang akan terus dikenang lintas generasi.
Pemakaman beliau menjadi peristiwa budaya nasional. Diiringi upacara kenegaraan dan penghormatan militer di Padepokan Pencak Silat TMII, prosesi dilepas langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang menyebut beliau sebagai “arsitek budaya” yang telah mengangkat pencak silat dari gelanggang kampung ke panggung dunia.
Tak hanya tokoh pemerintahan dan komunitas pencak silat, hadir pula delegasi khusus dari Sumatera Barat: Guru Gadang Silek Harimau Minangkabau, Edwel Datuak Rajo Gampo Alam, didampingi Ketua Umum Silek Harimau Minangkabau Indonesia (SHM Indonesia), Koronof Dasir, Ketua IV Oki Ciko, serta anggota Dewan Penasihat Perguruan, termasuk Edwin Hidayat Abdullah.

Kehadiran mereka bukan sekadar formalitas. Bagi SHM Indonesia, Eddie Marzuki Nalapraya adalah guru besar dalam makna yang luas — bukan hanya mengajarkan silat sebagai seni bela diri, tetapi juga sebagai cara hidup yang sarat etika, adab, dan semangat kebangsaan. Guru Edwel menyebut almarhum sebagai “pangulu dalam gelanggang budaya” — pemuka yang menjaga arah dan nilai dari silat warisan nenek moyang.
Kenangan paling berkesan bagi SHM Indonesia terjadi pada 12 Desember 2024, saat mereka hadir dalam peringatan lima tahun pengakuan pencak silat oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda. Acara itu dilangsungkan di kediaman pribadi almarhum di Jakarta, diselenggarakan secara intim namun bermakna tinggi.
Dalam acara tersebut, hadir Menteri Kebudayaan Fadli Zon, tokoh lintas tradisi dan pewaris budaya, yang menyaksikan penampilan dua aliran besar pencak silat tradisional: Cimande dari Jawa Barat dan Silek Harimau Minangkabau dari Sumatera Barat. Dalam momen itu, Eddie Marzuki menyampaikan nasehatnya kepada datuk edwel untuk terus menjaga akar tradisi silek harimau.
Kata-kata itu kini menjadi wasiat budaya yang tak ternilai bagi komunitas silek harimau. Guru Edwel mengenang momen itu dengan mata berkaca-kaca: “Itu terakhir kalinya kami bersalaman. Beliau menggenggam tangan saya erat. Seolah memberi pesan, ‘Lanjutkan, jangan berhenti.’”
Kepulangan Eddie Marzuki ke haribaan Ilahi bukan akhir dari perjuangannya. Pusaka budaya yang ia rawat dan dorong ke pengakuan dunia kini diteruskan oleh ratusan ribu pendekar tradisi — dari desa-desa di Nusantara hingga pusat kebudayaan dunia.
Jenazah beliau dimakamkan dengan penuh kehormatan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, disaksikan keluarga, tokoh bangsa, perwakilan negara sahabat, dan komunitas silat. Namun di balik kemegahan upacara itu, kepergian beliau meninggalkan ruang hening yang dalam di hati mereka yang pernah disentuh oleh kearifan dan keteladanan seorang Eddie Marzuki Nalapraya.(*)
Editor: Budiarman Bahar