Sebagai orang Minang, apa pendapat Prof Jurnalis mengenai Sumatera Barat sekarang ini, ranah Minang dan orangnya?

Saya kira bagus ya. Sumatera Barat itu kan salah satu provinsi yang miskin di Indonesia. Kalau miskin bagaimana mau cita-cita yang tinggi.

Dia kalah dengan Kalimantan Selatan, kalah  dengan Bali apalagi, kalah dengan Jawa, sudah pasti. Jadi, kalau sumber alamnya tidak baik, ya mustinya orangnya. Tapi orang Padang yang baik, ada di rantau bukan yang di kampung. Jadi, secara alamiah terjadi seperti itu. Walaupun banyak orang rantau ingin membantu kampung.

Ada yang bilang, potensi pendidikan kita besar. Saya lihat Yarsi juga ada di Sumbar, bagaimana pendapat Prof? Apakah kita bisa memajukan pendidikan, menjadikan beberapa kota sebagi pusat pendidikan. 

Bisa, bisa, saya kira bisa.

Dulu Buktitinggi, Padang Panjang, adalah pusat pendidikan.

Iya, masa tidak bisa. Dengan kawan-kawan yang ada di Sumatera Barat itu bisa, masa tidak bisa. Tentu dengan skala di sana. Jadi kayak Yarsi ada di Sumatera Barat. Dia punya enam rumah sakit sekarang. Jadi dia fokus dengan rumah sakit. Padang, Bukitting, Padang Panjang, Payakumbuh, Panti, Pasaman. Di Pakan Baru ada RS Yarsi Riau, di Lampung ada RS Yarsi Lampung, Di semua itu saya salah seorang pendiri. Dulu sebagai pembina di sana. Bayangkan Yarsi di Sumbar itu dulu hanya klinik kecil. sekarang ada enam rumah sakit, suatu investasi yang cukup besar itu. Jadi berkembang, dan kalau datang ke sana rumah sakitnya baru di renovasi dan berkembang.

Budiarman Bahar dan Jurnalis Uddin.

Keterkaitannya dengan Yarsi di Jakarta, bagaimana?

Dia masing-masing otonom, Cuma, saya pribadi ada di sana. Yarsi Sumatera Barat juga punya universitas, namanya universitas Mohammad Natsir. Nah itu hebat juga. Pada waktu didirikan, tidak punya tanah satu meterpun, tidak punya gedung, tidak punya duit. Nah, oleh Dikti diijinkan buka universitas Mohammad Natsir itu di Bukittinggi.

Saya kan diminta memberikan masukan. Data  yang ada itu tidak memungkinkan dia dikasih ijin. Tapi oleh kawan yang jadi direktur bidang itu, dia kasih ijin. Tau kenapa?. Karena dia fanatik dengan Pak Natsir. Dia sangat-sangat menghargai tinggi Pak Natsir. Saya kira di Indonesia tidak banyak orang seperti dia. Karena Pak Natsir itulah yang berjasa kepada negara ini yang memberi kita negara kesatuan ini. Waktu dia jadi Perdana Menteri tahun 50-an,,kan dari  Konperensi Meja Bundar di Belanda itu, kita negara serikat. Itu yang dirubah oleh Pak Natsir. artinya, negara ini berhutang budi sama Pak Natsir.

Pak Natsir adalah orang pertama yang bisa menyatukan orang Islam. Dia bisa bekerja sama  baik dengan orang Katolik, Kristen, yang tua-tua itu. Pak Natsir ini walaupun dia perdana menteri, ke kantor naik sepedah.

Kawan ini sangat, sangat menghormati Pak Natsir, dia  kasih ijin. Sebelum itu sudah ada Sekolah Tinggi Perawat. Kampusnya dibelakang Rumah Sakit yang ada sekarang itu. Sekarang juga sudah berkembang dia. Masih terus mau membangun rumah sakit. Sekarang mau membangun di Sijunjuang, Dharmasraya.

Kalau mengenai adat, apa yang berubah sekarang ini dari adat Minangkabau?

Banyak berubah ya,  terutama kalau kita lihat potret di Sulit Air. Sangat menyedihkan. Datuk-datuk itu  di Sulit Air, kan jumlahnya ada 115 orang, tetapi yang aktif sekarang ini cuma 50 orang. Yang lainnya tidak ada datuknya. Yang 50 orang tadi semuanya di rantau. Jadi, kalau kita lihat Sulit Air sekarang,itu kan batas nagari itu sudah berubah. Kalau kita perkirakan batas kita dengan Tanjung Alai itu ada sungai kecil dibelakangnya. Sekarang mereka mengklaim batas Tanjung Alai itu sudah dekat Piontang, sampai Padang Bungka. Jadi orang Kacang kini mengklaim Padang Licin yang dekat Padang Bungka itu, mereka yang punya. Nah, waktu membuat Gontor di Sulit Air, kan ada tanah orang Limo Singkek (suku)  yang dihibahkan, disangka yang dibalik bukit itu dia juga yang punya. Ternyata punya orang Kacang. Mereka malah menanam cengkeh dan segala macam di situ.

Jadi batas-batas nagari tidak jelas. Gunung Papan,  Sulit Air yang punya, dibalik Gunung Papan itu siapa yang punya.  Orang Sulit Air, atau orang  Siberambang, atau orang Tanjung Balik. Misalnya saja, di Timbulun kan ada tambang, siapa yang punya. Orang Sulit Air. Padahal yang wajar mengklaim itu orang Pasilian yang lebih dekat dari situ. Tapi karena sudah lama kita kuasai, orang Pasilian-pun  diam saja. Batas kita dengan Bukik Kandung dimana , itu-pun tidak jelas.

Jadi secara administrasi pemerintahan, batas-batas itu tidak pernah jelas?

Sebenarnya, sebelum berbicara dengan pemerintah, musti datuk-datuk dulu. Kan itu tanah ulayat.

Jadi ada kejadian anak-kemanakan bisa bertengkar  karena itu. Ada suatu keluarga, ada sepotong tanah. yang sebelah menanam karet, tidak banyak pula, tuh.  Nah mamaknya di dekat situ tidak boleh, Itu tanah saya. Mamak dan anak kandungnyo sendiri bisa berkelahi. Tidak masuk akal.  Karena tidak pernah ngomong di mana batas-batas tanah itu. Itu kini menjadi masalah besar.

Saya coba sampaikan berkali-kali ke datuk-datuk itu. Coba bicarakan dengan orang Tanjung Balik, orang Kacang, orang Tanjung Alai, orang Siberambang. Kalau tidak diselesaikan nanti akan menjadi masalah bagi keturunan.

Tentu tidak mudah, tidak bisa sekali dua kali bertemu. Karena kalau ditanya, di mana batasnya ? Di situ; di mana di situ;  ya di situ.

Jadi, kalau begitu, perlu  dimulai membicarakannya?

Iya, mungkin nanti akan terjadi kompromi. Jadi walau bagaimanapun juga kita mengklirkan ke anak cucu. Kini, bicara ke Wali Nagari, tidak mau mengungkit-ungkit itu.  Jadi yang musti ngomong itu datuk-datuk. Kan ada Kerapatan Adat Nagari (KAN). Tapi kan datuk yang muda-muda kini tidak ada perhatian. Mengenai Sulit Air saja tidak menngerti. Jadi, cerminan Sulit Air seperti itu, di nagari lain sama juga.

Kalau tidak salah, saya pernah dengar,  Prof sudah melaksanakan berbagai ide membantu Sulit Air, antara lain seperti perkebunan. Itu bagaimana perkembangannya?

Itu percontohan perkebunan. Mencoba bagaimana bertani dengan organisasi. Karena kalau kita hanya berbuat saja,,kita tanam sini, situ. Jadi saya mendorong supaya membuat koperasi karena koperasi itu kan ada tata kelolanya, cara-cara mengembangkannya, ada kejelasan. Nah, cuma setelah dibentuk koperasinya, orang-orang yang terlibat diperkebunan tadi tidak memahami dengan baik, dan tidak mencoba menyadarinya. Kan, koperasi itu uang bersama. Kalau uang datang dari satu-dua orang saja, itu bukan uang bersama. Karena saya yang mendorong, memang uang saya  banyak masuk di situ, tapi  tidak mungkin terus seperti itu. Nah jadi, kalau kita kelola dengan baik, pemerintah bisa bantu. Kan, kita ada Kementerian UKM.

Itu kesulitan yang pertama. Yang kedua,  musti ada perencanaan yang baik. OK kita,berkebun. Itu baik. Andalannya apa ?, Durian karena harganya ada yang 20 ribu, 30 ribu, 50 ribu, 100 ribu bahkan 500 ribu. OK, baguslah, lantas berapa tahun  bisa berbuah ?. Setelah empat tahun. Untuk bisa komersialisasi mungkin lima tahun. Sebelum lima tahun bagaimana. Ada ide, kita tanam, tanaman muda, buah melon misalnya atau jagung atau nenas. Jadi, sekali tiga bulan bisa panen. Bagus, yang tiga bulan ini memberi rupiah untuk setahun, kan begitu.

Tapi tidak konsisten, jadi tidak ada uang terus. Yang kedua, bertani ini kan ada juga musuhnya. Itu ketahuan kalau menanam jagung. Jagung ini sangat disukai oleh babi. Masuk situ, rusak pula kebun nenas. Datang ide untuk memagar. Memagar itu ada investasi lagi, kan.  Saya berusaha jangan saya sendiri yang membuat, sehingga nanti perasaan kebersamaan kurang. Jadi, ingin mencoba menjadi  percontohan. Bisa, kalau dilakukan dengan rencana yang baik. Dan, kalau tinggal di Sulit Air, pencarian itu kan tidak ada. Jadi kesulitannya di situ. Tapi kita musti membantu-lah.

*****

Prof. Jurnalis baru-baru  ini meresmikan masjid Az Zaima yang diberi nama ibunda Pak Professor. Kata Pak Akhyar, di masjid itu disediakan 10 komputer untuk anak-anak belajar AI. Saya lihat itu bagus sekali. Pendidikan di Sulit Air jangan terlalu berpikir kita mendirikan institusi baru, tetapi bagaimana bisa meng-upgrade guru-guru di sana, bisa mengajarkan anak-anak di Sulit Air dengan coding atau pengetahuan dasar yang dibutuhkan.

Sebenarnya itu  sudah dimulai sejak tahun 1990. Pada tahun itu, kebetulan kepengurusan Gebu Minang berganti. Jadi waktu Mubesnya, Fasli Djalal jadi ketua. Saya membantu sebagai salah satu ketua di situ. Salah satu perhatian saya, bagaimana  meningkatkan SDM Sumbar. Saya gagas sekolah hybrid. Sekolah hybrid itu adalah kurikulum SD ditambah kurikulum Ibtidaiyah, kurikulum Tsnawiyah ditambah kurikulum SMP, Aliyah dengan SMA. Kenapa begitu. Anak-anak itu kan wajib dapat pelajaran agama. Tapi itu, kan teori saja. Bisa nggak mereka sholat. Kalau nggak bisa, yang salah siapa.

Ini ada masalah besar, waktu pak Munawir menjadi Menteri Agama, Pak Harto membuat masjid dari dana Yayasan Muslim Pancasila, dananya banyak tuh. Pak Harto membuat masjid ditingkat propinsi, kabupaten kota, tapi belum sampai ke kecamatan. .Kepada Pak Munawir saya sampaikan agar bicara ke Pak Harto agar sebagian uang itu dipakai untuk membuat masjid atau gedung serbaguna di tiap SD. Kenapa begitu ?. Mata pelajaran agama ada, tapi prakteknya nggak ada. Kalau nggak ada prakteknya, bagaimana anak-anak itu tahu cara wudhu dan sholat. Bagus kan.  tapi kelihatannya tidak dibicarakan dengan Pak Harto, intinya, itu tidak jalan.

Yang lain adalah, anak-anak itu kalau tidak diberikan pelajara agama yang baik sulit nanti menjadi orang baik. Yang kedua, kita punya dosa besar untuk bangsa ini. Di Filipina, setiap orang bisa Bahasa Inggris, di Malaysia setiap orang bisa Bahasa Inggris. Di Indonesia tidak begitu. Jadi ada hal yang perlu kita tangani. Kita, baru di SMP bahasa itu dipelajari, itu sudah terlambat. Dari TK, harus dari TK. Jadi anak-anak usia tiga tahun sudah diperkenalkan. Di SMP cara berpikir sudah terstruktur, tata bahasa itu sudah terstruktur, untuk konversi  ke Bahasa asing susah. Kalau anak setahun dua tahun dia tidak tahu grammar kan. Dia tau bapaknya bicara seperti itu, ia juga begitu. jadi mustinya sedini mungkin. Saya berpikir ketika itu, kalau begitu bisa nggak mulai kelas satu SD diajarkan bahasa Inggeris dan Arab, pelajaran agama dan yang terkait itu.

Jadi saya ajak kawan-kawan dari IKIP Padang dan UIN di Padang, bisa nggak mengajarkan bahasa pada anak-anak kecil itu. Semua semangat. Waktu praktek, saya kan membutuhkan kawan dari IKIP dan UIN untuk jadi konsultan guru-guru mengetahui dimana kesalahannya , dan untuk memperbaikinya. Untuk itu mereka butuh semacam SK sebagai konsultan, untuk alasan kepada rektor, mereka ada tugas luar tapi resmi dari kantor. Sehingga bisa datang ke Solok dan lainnya. Nah, itu tidak di kasih, sehingga mereka tidak bisa datang ke sekolah itu.

Sebelumnya diadakan uji coba, satu di Kabupaten Solok, satu di Kota Solok, dan situasinya dibuat sedemikian rupa sehingga mencerminkan keadaannya. setelah satu tahun dipraktekkan, dinilai oleh guru, dinilai orang tua murid, dinilai pejabat-pejabat. Semua sepakat, bagus. Tapi dalam prakteknya nggak jalan. Ketika itu Bupatinya, Pak Gamawan. Pak Jurnalis,nggak bisa kita teruskan, uang tidak ada. Sekolah itu sekarang banyak yang tidak ada pintu, jendela. Jadi, kalau diberi guru tambahan untuk itu, tidak ada uangnya. jadi tidak jalan. Nah bertemu lagi waktu dia menjadi gubernur. Beliau bilang sekarang tidak bisa Solok, saya sudah Sumatera Barat sekarang. Sebenarnya kalau  program ini bagus, kan bisa diperluas. jadi dukungan dari kawan-kawan birokrat-pun kurang.

Jadi, pendeketannya memang lain. Seperti di Sulit Air., misalnya.  Potensi Sulit Air  itu kan dalam kerajinan. jahit menjahit, kan bagus. Waktu si Alex menjadi Wali Nagari dijanjikan oleh Kementerian Perindustrian,  kalau Sulit Air punya 20 mesin jahit saja, akan disumbang satu gedung.  Alex datang ke saya, Kita cuma ada 5 buah, 15 lagi minta ke saya. Saya beri dan menjadi 20. Dibangunlah gedung bagus di Sarosa itu, bagus gedungnya,  mesin jahitnya 20 buah.

Tapi tidak bisa berkembang. Karena, pertama untuk memproduksi butuh modal, untuk menjual perlu saluran-saluran. Saya bilang, untuk saluran-salurannya kan banyak SAS (Sulit Air Sepakat) diseluruh Indonesia. Orang pesan mukenah 10-20 kodi akan mudah. Ternyata tidak mudah. sehingga gedung yang begitu bagus dengan segala peralatannya itu banyak mubazir. Karena ongkos produksi, kata kawan-kawan di situ, lebih mahal dari ongkos produksi di Tasikmalaya. Sehingga mukenah yang di jual di Pasar Atas Bukittinggi itu datangnya dari Tasik, bukan dari Padang. Apa masalahnya. Ternyata orang Padang membikin mukenah kwalitas satu. Kwalitas tiga tidak dibuat, kwalitas tiga datang dari Tasik. Jadi ada segmen tertentu,  tidak bisa dipukul rata. Itu nggak jalan. Dari SAS pun tidak ada dukungan untuk itu. Kalau kita ingin memajukan Sulit Air kita musti mengajak kawan-kawan itu.

Nah, kembali kepada komputer. Selama 15 tahun saya biayai seluruhnya. Ada 13 buah SD di Sulit Air, setiap SD ada yang dibuatkan mushola, ada gedung serba guna, ada yang dibuatkan laboratorium komputer, tambah untuk PSA, tambah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, tahun 1990.

Tapi, teknologi kan cepat berubah. Kalau tidak ada yang mendanai, nggak akan jalan. Jadi, kekurangannya adalah mereka tidak melapor kepada saya bagaimana keadaanya, dan tidak ada yang peduli. Teknologi cepat berubah, tiap  5 tahun komputer musti diganti. Jadi itu kesulitannya.

Di mesjid Az Zaimah itu memang dibuat fasilitas itu, bagaimana masyarakat bisa cepat digitalisasinya. Sebab, orang sekarang berjualan tidak musti ke  pasar. Berjualan dengan komputer sekarang ini.

Saya punya ide baru, di Balai Lamo (Sulit Air) kan ada Balairung. Guna Balairung itu, apa ?. Untuk datuk-datuk kalau rapat. Ya, dua kali setahun.  Itu kan mubazir. Gedung seperti itu terlantar seperti itu saja. Nah, saya berniat membantu menjadikan itu gedung serbaguna. Balairungnya tetap ada. Tapi kita buat bisa bermanfaat. Itu kan dua tingkat. Cuma, di bawah tingginya hanya satu setengah meter sehingga tidak bisa berfungsi, Jadi saya akan jadikan dua lantai,  di atas tetap Balairung, di bawahnya dibagi tiga. Satu untuk kantor KAN, satu lagi untuk perpustakaan nagari, satu lagi untuk rumah makan dan pusat oleh-oleh. Di luarnya dibuat sedemikian rupa sehingga  ada taman yang cantik dan tempat olah raga. Itu sedang disiapkan, tapi saya akan membangun kalau disetujui oleh semua unsur masyarakat Sulit Air. Jadi, KAN setuju , majelis ulama setuju, dari Bundo Kanduang setuju, cerdik pandai setuju, baru nanti saya bangun.

Kini sudah digulirkan ke Pak Wali dan datuk-datuk di kampung. Karena itu mustinya mudah. Kayak oleh-oleh, kan tidak musti ke Sulit Air membeli oleh-oleh seperti inai-inai, punyaram,  itu kan bisa pakai WA, dan bisa dikirim. dan untuk packing tidak ada masalah, sekarang ada teknologi,  seperti sambal hitam, dengan packing itu bisa tahan enam bulan. Rendang juga banyak pakai kemasan. Itu sama saja. Tolong dikirim samba hitam lima kilo. Dalam sehari sampai. Begitu juga dengan mukenah tadi, tidak perlu ke Sulit Air memesannya. Perlu mukenah ukurannya ini, sekian lusin. Sudah.

Jadi kita ingin mencoba, karena itu anak-anak tadi disediakan komputer tadi supaya dia melek komputer segera. Masyarakat digital itu dimulai dari situ. Jadi dari anak-anak TK  sampai lansia belajar di situ. dan diperpustakaan nagari tadi, juga akan ada komputer di situ.

Kebetulan beberapa tahun lalu saya kenal anak muda Minang, dia itu dikampungnya mengajarkan coding kepada 10 anak.. Maksud saya, bagaimana anak-anak Sulit Air tidak ketinggalan jaman dalam ilmu pengetahuan dasar baru.  Nah kebetulan Yrasi punya fakultas Informatika, mungkin bisa membantu mengajarkan guru-guru di Sulit Air, atau guru-guru itu di suruh ke sini.  Tapi memang harus bekerja sama dengan  Wali Nagari.

Harus, memang harus. kerja sama dengan Unand, kerja sama dengan UNP, kerja sama dengan UIN, kerja sama denga PTS. Bisa, bisa betul.

Iya, betul. Jadi banyak hal yang bisa dikerjakan dan itu perlu dukungan bersama. (*)

Pewawancara: Budiarman Bahar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan