Yang kedua, orang Minang ini perantau, kan. Karena di kampung tidak punya resource yang besar. Seperti Provinsi Riau yang minyaknya banyak, lahannya datar dan tambangnya banyak. Sumatera Selatan dan Jambi juga sama. Di Sumbar Bukit Barisan saja isinya. Dia kaya dengan air bersih, dia kaya dengan gunung-gunung, lembah, itu kekayaannya. Karena itu munculah seniman-seniman. Karena alamnya yang indah, munculah di Sumatera Barat penyair-penyair. Itulah background-nya.
Mereka harus ke luar. Kalau semua orang Minang kembali ke Sumatera Barat, tidak muat di Sumatera Barat karena hanya 30% wilayah Sumbar yang bisa dihuni. Selebihnya gunung-gunung, bukit barisan. Itupun curam-curam.
Orang bertanya-tanya kenapa orang Sumatera Barat itu banyak di luar. Konon, perkiraannya orang Sumbar di rantau sama banyak dengan yang di Sumbar, kalau 6 juta di Sumbar sama dengan 6 juta di rantau. Lalu mereka dipesankan ka rantau madang di hulu, babuah babungo balun. Marantau pacah dahulu, di kampung babenah belum (merantaulah cari ilmu, cari uang, cari pengalaman. Kalau tidak merantau dianggap tidak terbuka cakrawalanya)
Orang merantau dianggap lebih hebat daripada orang yang tinggal di kampung. Dia tidak hebat kalau belum merantau. Carilah llmu, carilah uang, carilah pengalaman. Rantaunya bukan hanya di balik bukit, rantaunya yang mendirikan Filipina itu Raja Baginda, dilanjutkan Raja Sulaiman, sampai direbut oleh Spanyol. Itu orang Minang. Karena itu di pusat Kota Manila ada patung Raja Sulaiman, itu orang Minang. Coba bayangkan, dari Padang ia merantau sampai ke situ.

Imam Masjidil Haram, itu umur berapa dia ke situ dari Bukitinggi. Syeikh Yasin Al Fadani ahli hadits sedunia yang menjadi rujukan, umur berapa ke situ dan pakai apa ke situ, Ahmad Khatib Al Minangkabawi jadi imam besar Masjidil Haram.
Yang ke Malaysia menjadi Tuanku Abdul Rahman. Raja pertama di Negeri Sembilan diambil dari Pagaruyung. Namanya Raja Malewa, kemudian meninggal diganti Raja Hitam yang diambil lagi dari Pagaruyung. Yang ketiga mati, diambil lagi Raja Hida dari Pagaruyung juga. Yang keempat terjadi krisis di Sumbar, Perang Padri. Rajanya tidak dijemput dari Sumatera Barat tetapi dari anak raja yang pertama, Itulah Tuanku Abdul Rahman yang fotonya ada di Ringgit Malaysia sampai sekarang. Itu orang Minang. Sehingga Negeri Sembilan itu seperti belahan Minangkabau, rumahnya dan bahasanya kayak Minangkabau.
Presiden pertama Singapura orang Minang. Pencipta lagu Terang Bulan itu juga orang Minang Jadi dia sudah merantau ke mana-mana, menuntut ilmu, besar di situ, sukses di situ. Saya pergi ke Sulawesi Tengah. Gubernurnya bilang yang mendirikan provinsi ini orang Padang, dan mengajak saya ke kuburannya. Jadi mereka pergi ke situ, yang membawa Islam ke Sulawesi itu orang Islam. Siapa namanya, Raja Rebandang. Kalau yang ke Sumatera Utara itu biasalah, yang ke Tapanuli, itu kan tetangga. Tapi kalau ke Sulawesi, ke Kalimantan, mereka membawa ilmu, menyebar agama.
Generasi berikutnya, para guru. Di Sumbar itu ada sekolah raja. Sekolah raja itu cuma ada dua, satu di Bandung satu lagi di Bukittinggi. Jadi mencetak guru-guru pertama republik ini, dari dua itu resources-nya. Itulah yang mengekspor guru, termasuk ibu Yusril Ihza Mahendra di Belitung, Banyak yang seperti itu, termasuk ibu mertua Pak Jusuf Kalla, termasuk juga istri Bung Karno, Ibu Fatmawati. Jadi yang menyebarkan generasi masa itu adalah para guru, para ulama. Itulah yang membawa ajaran agama dan pendidikan. Sekarang sudah macam-macam profesi.
Waktu saya Mendagri, kita kumpul di Bukittingi. Kata Pak SBY, semua orang Padang pulang ke Padang. Kita adakan bilateral dengan Pak Lah, Perdana Menteri Malaysia. Kita kumpul di situ, Mulai dari Pak Emil, semua orang Padang hadir diwajibkan Pak SBY. Kata Pak SBY, saya ketipu, rupanya banyak orang Padang di kabinet ini. Chatib Bisri, saya kira orang Bandung, rupanya orang Pasaman. Dipo rupanya orang Padang juga. Ibu Linda Gumelar saya kira orang Sunda, ternyata orang Padang, Tiffatul Sembiring rupanya ibunya orang Padang, besar di sini. Kalau kabinet ini gagal Pak Gamawan, yang gagal orang Padang ya.
Saya bilang ke Pak SBY, terima kasih banyak. Etnik Minang itu cuma 2,7 persen dari etnik nasional, tapi dia punya menteri dan setingkatnya 27 persen. Jadi sepuluh kali lipat. Hasril Chaniago punya data peran orang Minang dari segala profesi. Misalnya 100 alumni top UGM, berapa orang Minang bisa dihitung. Yang dokter ahlinya berapa, yang ahli nuklirnya berapa, itu bisa dihitung. Dan angkanya itu pasti lebih dari dua kali lipat dari yang tinggal di Minang.
Waktu itu, SMAN I Bukittinggi bisa satu kelas masuk ITB. Sampai ada istilah di Bandung itu ada Institut Teknologi Bukittinggi. Kenapa bisa begitu, karena motivasinya untuk maju kuat, dia harus eksis.
Yang kedua, mungkin karena faktor makanan. Saya pernah menguji IQ anak kelas 3 SMP Sumatera Barat, seluruh kabupaten saya tes, bekerjasama dengan Psikologi IKIP. Di 50 kabupaten dan kota. Rata-rata SMP-nya, sama dengan kecerdasan rakyat Jepang, 105 IQ-nya. Saya tes seluruh kabupaten, untuk mengambil kebijakan yang benar berapa yang dimasukkan ke SMA dan berapa yang ke kejuruan. Untuk kebijakan saya dulu 70 -30, 70 persen keterampilan, yang 30 persen melanjutkan ke perguruan tinggi. Yang 30 persen itu kita harapkan memang berkualitas. SMAN I Bukittinggi bisa satu kelas masuk ITB setiap tahun karena setiap hari makanannya rendang, ikan. Makanan itu sesuatu yang Istimewa bagi orang Minang. Artinya, tingkat kecerdasannya cukup tinggi.
Itu contoh-contohnya, mungkin itu faktornya, selain itu ada faktor spirit, rasa tanggung jawab mungkin karena harus membela kaum. Ada nilai-nilai adat menyuruh berkompetisi,
Dulu Sumatera masih menjadi satu Provinsi, kemudian dipisah tiga provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. Menurut Pak Gamawan apakah pemekaran mendatang akan lebih baik dari sisi peningkatan pembangunan Sumbar atau Sumatera Tengah?
Di zaman Gus Dur pernah ada ide negara Sumatera. Itu kan ide besar. Ada Tabrani di Riau, dia paling gigih karena waktu itu minyak sedang menjadi andalan. Riau banyak minyak, Sumatera Utara, Palembang. Muncul gagasan itu. Ketika itu ada buku Global Paradox Jhon Naisbit yang memperkirakan Indonesia akan pecah menjadi 18 negara. Ketika Rusia pecah menjadi sekian negara, Indonesia diramal akan pecah. Muncul itu. Kalau itu terjadi, Jawa berat sekali karena dari catatan kita sekarang ini, kemiskinan terbesar kita ada di pulau Jawa. Dari total 24 juta rakyat miskin Indonesia, 12,5 juta ada di Pulai.Jawa. Kalau resource Pulau Jawa kecil tapi manusianya banyak. Kalau di Sumatera, resource-nya besar, tapi orangnya sedikit. Saya kira ide itu tidak akan pernah disetujui. Kita tidak bisa bicara objektif, kita bicara dalam kerangka NKRI, mana yang lebih baik menurut negara. Tidak bisa kita bicara mana yang lebih baik menurut orang Sumatera, orang Kalimantan. Tidak bisa. Ini mana lebih baik menurut bangsa negara itu. Karena itu saya pikir pengelolaan negara ini harus pandai-pandai, kalau tidak bisa orang merasakannya, keluar saja dari republik ini.
Sebetulnya makna NKRI tidak berarti harus kayak sekarang, provinsi, Pak. Negara bagian seperti di Amerika juga kesatuan, United States, namun kita sudah menutup diri.
Kalau kita berpikir cuma kitab suci saja yang tidak bisa diubah, bisa kena, Cuma kitab suci saja yang tidak bisa diubah, artinya semua produk manusia bisa diubah. Saya pikir mana yang lebih efektif, mana yang lebih menguntungkan.
Jadi pada dasarnya Bapak setuju dengan bongkar pasang ini?
Begini, di dalam bernegara harus ada keadilan, harus ada pemerataan, dan harus pandai-pandai menjaga hati. Kalau itu tidak tercapai, orang kan berpikir, kami kan bisa keluar dari kalian ini. Itu logis kan? Kita kan ingin hidup lebih sejahtera. Siapa yang menghambat, kalau di luar negeri itu biasa diminta saja referendum. Tapi kita akan mengubah sejarah kalau itu terjadi. Kan kasihan juga saudara kita yang di Pulau Jawa, misalnya.
Sumatera Barat, katakanlah nanti sebagian berpisah dengan provinsi lain, menurut Pak Gamawan apa yang bisa menjadi andalan pembangunan Sumatera Barat?
Pariwisata. Sumbar itu sangat potensial untuk pariwisata, itu pertama.
Kedua pendidikan, tempat bersekolah, tetapi harus betul-betul dikelola secara profesional karena di situ banyak wilayah ketinggian, seperti. Bukittinggi, Padangpanjang, Solok, Batusangkar, itu kan wilayah-wilayah yang sangat enak untuk bersekolah. Kayak Bandung. Karena itu, di Bukittinggi itu sekolah Raja ada di situ. Luar biasa banyak sekolah-sekolah Belanda ada di Bukittinggi.
Saya lihat perkembangan institusi pendidikan di Padang, di Bukittinggi bahkan Padang Panjang, sangat banyak. Cuma saya tidak tahu kualitasnya. Tetapi tadi surprised juga disebutkan lulusan SMAN 1 Bukittinggi mudah masuk ke ITB.
Itu Tahun 1990-an, sekarang tidak lagi.
Masa saya Gubernur saya buat tiga SMA unggulan, boarding. Itu untuk persiapan ke sekolah-sekolah internasional. Sekarang tiga-tiganya menjadi terbaik. Jadi, di Indonesia ini kalau mau maju, pendidikan itu nomor satu. Bukan hanya mencerdaskan tapi mentalitasnya juga, ahlak dan budi pekerti.
Dulu kenapa sekolah guru ada di situ, dan guru itu sangat terhormat. Posisi sosialnya guru sangat terhormat ketika itu, sekarang tidak begitu. Guru sekarang seolah-olah warga negara kelas dua. Karena, dulu orang jadi guru betul-betul selektif, Orangnya pintar, akhlaknya baik, penampilannya enak dilihat. Kalau bicara dia disegani. Mestinya guru seperti itu. Dulu Belanda membuat seperti itu. Tidak boleh cacat, memang orang pintar. Orang pintar melahirkan orang pintar. Masa orang bodoh melahirkan orang pintar. Kita perlu mengembalikan kejayaan itu lagi.
Kalau perikanan bagaimana?
Kita kan tidak sehebat itu, kita samudera, kalau samudera musti peralatannya lebih maju, modern. Kalau pakai peralatan tradisional tidak bisa tereksploitasi samudera itu. Samudera Hindia batasnya Australia dan Afrika saja. Potensinya besar, tapi mungkin harus dipakai mothership di tengah laut 20 unit, jadi ada kapal lalu lalang yang ada pabrik di atasnya. (bersambung)
Penulis: Budiarman Bahar
Editor: Budi Santoso